Pagi
ini Shindia kembali merangkul bantalnya, ketika kegalauan kembali merengkuh.
Bibirnya terkatup rapat, air matanya terus meleleh tatkala ia mempermainkan
tuts smarthphonenya berkali-kali. Berharap Vani membalas sebuah pesan curcolnya
di whatsapp dengan nada setuju dan mendukung.
Tapi
ternyata? Tidak!
Sebenarnya,
dia malu berterus-terang kepada sahabat sejak kuliahnya itu, tentang apa yang
ia rasakan. Tentang apa yang terjadi dengan keluarganya dan mantan kekasihnya.
Shindia malu mengakui, kalau keluarganya kelewatan kejam dan tak ingin
sahabatnya itu berpikiran sama hal dengan dirinya.
Shindia
itu... dia anak manja, memang sedikit ngeyel tapi sebenarnya dia gadis manja
yang penurut. Apa yang disarankan keluarganya, dia lebih banyak menerima
daripada menolak. Termasuk tentang sekolah dan tentu saja, kehidupan cintanya.
Shin,
begitulah nama panggilannya di rumah. Selalu tersenyum, walau sebenarnya
hatinya penuh uneg-uneg pemberontakan yang tak pernah sekalipun keluar dari
bibir manisnya "Ini hidupku! Aku yang menjalani! Bisakah aku memilih
jalanku sendiri?"
Shin
mengernyitkan dahi dan sedikit kecewa ketika Vani menyalahkan dirinya yang
plin-plan dan lebay bin alay menjalani hidup yang cuma sekali ini.
"Kau
bisa berkata seperti itu karena memang, kau bukanlah Shindia yang menjalani
hari-hari berat ini" gerutunya sambil memaki-maki isi whatsapp Vania.
Shin
membuka kembali pesan percakapannya dengan Noel. Setengah mengusap matanya yang
basah, dia mulai membaca ulang semua percakapannya dengan Noel sampai akhirnya
ia berhenti saat membaca satu pesan Noel.
"Aku
menyesal kamu harus tau kenapa aku bisa putus kemarin... Bisakah waktu berulang
kembali? Aku tak ingin kau tau dan menganggapku gadis cengeng tak punya
pendirian" katanya sambil menunjuk-nunjuk pesan Whatsapp Noel.
Shin
menatap langit-langit kamarnya lalu melirik dua tulisan nama yang ada di
tembok, namun ia lebih tertarik dengan nama Noel di tembok. Sedetik kemudian
mulai bergumam seandainya Noel tahu apa yang terjadi pada dirinya...
Kamu orang yang
gigih...
Kamu tak kenal lelah
untuk buktikan cintamu kepadaku,
Aku tau kau
mencintaiku...
Apa kau juga tau aku
pernah menyukaimu?
Tapi.. aku batasi rasa
itu...
Aku menghindarinya, aku
tak ingin menjadikan rasa sukaku berubah jadi rasa cinta kepadamu
Kau tau kenapa?
Itu karena aku patuh
pada mereka sampai pada akhirnya
aku menemukan sosok lain di sudut hatiku...
kami kenal karena
mereka, kami bertemu karena mereka...
tapi kami cinta karena
kami saling cinta
ketika sebuah alasan
klasik terulang kembali...
pupuslah harapanku...
ketika aku mulai
mencintainya begitu juga (mungkin) dirinya
meninggalkanku di
sini... dengan asa yang sudah mulai meluntur
apa rasa cintanya juga
sudah meluntur?
kalau iya... mengapa
dia menyuruh seseorang untuk menjadikannya sebagai mimpi buruk hingga hilang
asa dariku?
Ada suatu kebohongan
yang salah seorang sahabat pemilik indra keenam pun mengetahuinya dari garis
tanganku..
dia, sahabatku itu
mengatakan "Dia bohong, kamu sering dibohongi dan kamu plin plan"
tak ada kata lain
terucap dari bibirnya, kecuali satu: "ada yang serius deketin kamu, ada
yang nggak serius"
Nah terus siapa yang
serius?
Entah siapa yang
berbohong...
mungkin kau Arshyad...
tapi kau begitu meyakinkanku akan rasamu kepadaku... lalu bagian mana dari
dirimu yang berbohong kepadaku?
Lalu siapakah yang
serius?
Kamu kah???
Kamu kah orang itu
Noel?
Begitu banyak orang
yang ingin mendekat... tapi hanya kamu yang terlihat beda...
Aku ingat
Moreno, dia pernah mencuri hatiku
Mencoba mengajariku
mencintai tanpa hati...
Moreno... si brengsek
itu
Ahh,,, aku mulai
mengingatnya lagi...
Tahukah Noel?
Aku takut
mencintaimu...
Aku takut kalo aku
benar-benar mencintaimu...
0 komentar on "Bisakah Mencintai Tanpa Hati?"
Posting Komentar