Malam ini, raut mukaku mendadak kisut. Agenda
tahun baruan bersama mas Prabu Arghia kandas di tengah jalan. Entah
mengapa mas Arghi lebih memilih bekerja daripada menghabiskan malam tahun baru
ini bersamaku, padahal keluargaku sudah menanti kedatangan mas Arghi.
“Gimana, Nduk cah ayu? Mas Arghi jadi datang besok Selasa?” tanya ibu
kepadaku.
“Belum tahu bu, semoga saja mas Arghi
bisa datang… Nanti Elma tanyain lagi sama si Mas,” jawabku pelan sambil berlalu
meninggalkan ibu di dapur.
Rasa-rasanya malam ini aku benar ingin
membanting piring lalu mengata-ngatai atasan mas Arghi. Betapa tidak? Kami
sudah lama merencanakan pertemuan keluarga kami berdua, khusus untuk
membicarakan kelanjutan hubungan kami karena sebentar lagi kami akan
bertunangan, tapi ternyata sore tadi mendadak mas Arghi meminta maaf dan
mengatakan tidak bisa pulang ke Semarang. Berita itu sama seperti berita lelayu
menurutku… aku bahkan sudah membuat dress rancanganku sendiri untuk
acara pertemuan keluarga kami berdua.
Jam dinding menunjukkan pukul sembilan
lebih seperempat menit ketika smartphoneku berdering, dan itu adalah telfon
dari mas Arghi.
“Gimana aku ngomongnya sama bapak ibu
mas? Aku nggak bisa kalo ngomong acara besok Selasa batal karena mas lebih
mementingkan pekerjaan mas daripada aku? Bapak ibu sama mamah mas Arghi pasti
kecewa banget mas… apalagi aku!”
“Maaf Dek, tapi ini tugas negara.. apa
mas aja yang nanti ngomong sama bapak ibu?” mas Arghi mencoba menenangkanku.
“Nggak mas, jangan… biar aku yang
ngomong… mas kehabisan tiket dan nggak bisa pulang”
“Tapi itu berarti kamu bohong?” mas Arghi
tampak kecewa.
“Aku berbohong demi kebaikan kita berdua
mas, aku udah kehabisan akal! Padahal aku udah kangen banget sama mas, udah 3
bulan kita nggak ketemu” kataku sambil sesenggukan menangis di telfon.
“Sudah… sudah jangan nangis! Mas nggak
suka kalo Elma nangis”
“Mas nggak tau rasanya jadi cewek, semua
cewek pasti bakal nangis kalo jadi aku mas!” aku menjawab mas Arghi dengan nada
tinggi
“Telfon mas kalo kamu udah berhenti menangis” mas Arghi memutuskan telfonnya
tiba-tiba.
Begitulah kebiasaan mas Arghi, dia memang
tak suka melihat orang nangis. Dia tak seperti cowok kebanyakan yang selalu
bersikap lembut ketika pacarnya menangis, tiap kali kami berantem dan aku
menangis dia selalu menutup telfonku dan memintaku menghubunginya lagi kalo aku
sudah tenang. Aneh memang, tapi Lila bilang kalo mas Arghi seperti itu karena
dia ingin menjadikanku wanita tegar dan menghilangkan sifat childishku yang dikit-dikit selalu nangis.
***
Hari ini adik mas Arghi, Lila datang berkunjung ke rumah. Mengenakan dress tutu gradasi pink dan tosca, raut
wajahnya tampak segar. Lesung pipinya membuat Lila terlihat manis, begitu juga
keramahannya kepada keluarga kami. Sudah 2 tahun aku dan mas Arghi berpacaran,
dan selama itu pula Lila sering datang berkunjung. Sebenarnya perkenalanku
dengan mas Arghi terjadi pada saat Lila, sahabatku yang tak lain adalah adik
mas Arghi merayakan ulang tahunnya yang ke 20 dan sejak saat itu… aku dekat
dengan mas Arghi.
“Mas Arghi udah cerita sama aku, El. Kalo
mas nggak dapet tiket kereta pulang… tapi kemaren mas bilang kalo acara tetep
bisa jalan tanpa mas kok. Ganti aja acara liburan ke Bandungan bersama keluarga
kita hehe” kata Lila cengar-cengir.
Rupanya mas Arghi tidak menceritakan hal
yang sebenarnya kepada Lila.
“Tapi kan aneh kalo mas Arghi nggak ada…
Pokoknya aku sebel banget sama masmu,” aku mencubit pipinya.
“Kamu bilang sebel tapi juga cinta sama
masku kan? Hahaha lagian mama sama papa juga setuju kok. Nanti biar aku yang
ngomong sama tante”
Aku melirik Lila dan bengong
beberapa detik, lalu segera memeluknya dan mengucapkan terimakasih. Sahabatku
yang satu ini memang selalu saja bisa membuat hatiku tenang. Akhirnya agenda
yang semula membicarakan acara pertunangan berubah jadi liburan akhir tahun
keluargaku dan keluarga mas Arghi. Kami memutuskan untuk menyewa sebuah Villa
di daerah Bandungan.
***
Sore ini kami berangkat ke Bandungan.
Macet sekali jalanan ini mungkin karena long
weekend di akhir tahun, di luar jendela kulihat debu berterbangan, dan terik
matahari masih terlihat menyengat kulit para pejalan kaki.
“Mbak Elma itu bedaknya udah luntur!
Kebanyakan dempul sih hahahaa” perkataan si kecil Usman membuatku kelabakan
nyari bedak two way cake di tasku
dengan segera.
“Adek nggak boleh gitu ahh!” Lila
mencubit pipi adiknya yang kelewat usil itu.
“Masih cantik kok dek” jawabku sambil
tersenyum setelah mengecek dandananku masih oke.
Melihatku tersenyum, Usman menjulurkan
lidahnya lalu melompat ke kursi depan kami. Ahh si unyil itu… memang selalu
berusaha membuatku marah… dia adik mas Arghi yang paling kecil, umurnya baru 5
tahun. Dia selalu menjadi pengganggu ketika aku dan mas Arghi sedang berduaan.
Mungkin memang benar, ketika ada dua insan berlawanan jenis sedang berduaan,
maka orang ketiga adalah setan, dan bagiku… orang ketiga itu adalah si setan
kecil unyil Usman hahaha.
Aku tahu betul, si unyil seperti itu
karena dia cemburu padaku… kedua kakaknya sangat dekat denganku. Sementara itu,
mas Arghi lebih sering mengajakku pergi daripada si setan kecil sejak kami
berpacaran. Yah… karena itulah si unyil Usman selalu menunjukkan rasa tidak
sukanya kepadaku. Tapi, bukan Elma Arishandy Oentoro namanya… jika aku tak bisa
membuat si setan kecil bertekuk lutut kepadaku hahaha lihat saja nanti, Nak!
Aku sudah tau kelemahanmu… Sotong Bakar Barbeque
tak hanya cukup membuat perutmu kenyang, tapi juga membuat mulutmu bungkam
menyukai masakan calon kakak iparmu ini hehee.
“Elma beneran mau masak Sotong Bakar Barbeque?” tanya Lila sambil melirik si
unyil Usman.
“Iya dong… nanti aku bakal masak spesial
banget hari ini! Pokoknya malam ini kita pesta barbeque di kebun hehehe”
“Sotong? Nanti kita makan Sotong, Mbak?”
tanya Usman dengan mupeng mata belonya yang berkedap-kedip
“Hahaaa iya adek cakep… nanti kamu mau
bantuin nggak?” tanyaku sambil mengusap kepalanya.
“Ya mbak aku suka banget sama sotong!!!
Nanti aku bantuin deh” rupanya si setan kecil itu sudah masuk perangkapku.
“Asyik tos dulu dong!”
***
Lima belas menit kemudian, kami sampai di
gerbang utama menuju Bandungan. Cuaca berubah drastis ketika hujan turun dengan
derasnya. Masih macet memang, tapi hujan kali ini membawa berkah tersendiri
bagi kami, karena satu persatu pengendara motor menepi di pinggir jalan, dan
itu berarti keruwetan lalu lintas sedikit berkurang, walaupun masih banyak
kendaraan pribadi dan angkutan umum yang masih lalu lalang.
Aku melirik si setan kecil yang tidur di
pangkuanku. Bagai mendapat jackpot di
Gamefantasia, dia mulai menyukaiku sejak percakapan sotong bakar barbeque tadi… tiba-tiba saja arwahnya
meleleh kepadaku. Dia tampak sangat menyukai perjalanan ini sampai-sampai
tertidur di pangkuanku.
“Lihat… kasian ya polisinya… ngatur lalu
lintas di tengah-tengah hujan deras kayak gini… Jadi inget mas Arghi” kata Lila
sambil menunjuk polisi yang tengah mengatur kepadatan lalu lintas di
persimpangan jalan Ungaran menuju Bandungan.
“Iya… jadi inget mas Arghi…” kataku pelan
karena takut membangunkan tidur Usman.
“Mama barusan telfon Arghi, tapi handphonenya
nggak aktif dua-duanya. Nggak biasanya Arghi kayak gini” celetuk mama memecah
keheningan.
“Mungkin batrei handphonenya mati,
Ma” kataku mencoba menenangkan hati Mama.
“Iya nih mas Arghi kebiasaan deh… Punya Power Bank buat apa coba? Nggak pernah
dipake itu, Ma” gerutu Lila.
“Ya… mungkin saja Arghi sibuk kan, Jeng?
Mungkin dia sedang bertugas” Ibu menimpali pembicaraan kami.
Aku tersentak ketika ibu mengatakan
seperti itu. Ya… sebenernya mas Arghi tak pulang bukan karena kehabisan tiket,
tapi karena memang dia harus menunaikan tugasnya untuk mengatur lalu lintas di
daerah puncak. Aku terdiam sejenak, aku tak ingin membuat mereka percaya dengan
statement ibu. Aku memutar otak… jangan sampai pembicaraan ini terus
berlarut, tiba-tiba si setan kecil bangun. Dia.. si kecil itu, sudah berhasil
membantuku untuk mengalihkan pembicaraan.
“Maa aku laper… udah sampai belum yaa kok
lama amat sih” katanya sambil mengucek-ucek matanya.
“Belum sayang, adek bobok lagi aja nanti
kalo udah sampai mama bangunin deh” ucap mama ke si unyil
“Tapi aku maunya makan sotong, Ma” Usman
melirikku sambil tersenyum.
“Iyaa deh… nanti kalo udah sampai kita
langsung masak sotong. Tapi nggak jadi pesta kebun nih… ujan deres gini sih”
“Ya udah pesta kebunnya ganti di dapur
aja hahahaa” Lila menimpali pembicaraan kami berdua.
***
Hujan gerimis mengiringi sepanjang
perjalanan kami, dan pada akhirnya kami sampai di Villa Bougainville tempat kami menginap malam ini. Udara sangat dingin
menusuk-nusuk tulang rusukku.
“Aku sudah sampai di Villa mas.
Malam ini hujan gerimis. Kami tak jadi pesta kembang api dan pesta kebun. Apa
mas tahu… dinginnya… sama seperti hatiku yang membeku karena ketidakberadaan
mas Arghi di acara yang seharusnya penting ini” aku mengirimkan pesan whatsapp
ke mas Arghi.
“Selamat bekerja mas… selamat melewatkan
malam tahun baru di jalan”.
Aku tak berharap mas Arghi segera
membalas pesanku karena aku tahu, ia selalu mematikan handphonenya
ketika sedang bertugas.
Segera setelah kami sampai dan menata
barang-barang di Villa itu, aku dan Lila cepat memasuki dapur dan mulai memasak
Sotong Bakar Barbeque. Tentu saja si
setan kecil ikut ngintil di belakang kami. Berbekal resep rahasia dari chef Handoko, aku mulai memperagakan cara
memasak Sotong Bakar Barbeque hasil berguru kepada teman sekolahku itu.
Empat puluh menit kemudian
hidangan sudah siap. Aku, Lila dan Usman mulai menata masakan kami di depan
ruang keluarga. Di sana ada bapak, ibu, mama dan papa mas Arghi yang sudah
menunggu sedari tadi sambil menonton tayangan televisi.
“Elmaaa!!! Sini cepet! Ada mas Arghi!”
tiba-tiba Lila memanggilku saat aku sedang mengambil saus sambal di dapur.
“Ada mas Arghi?” kataku keheranan.
“Kami bertugas untuk melayani masyarakat.
Apalagi di malam tahun baru seperti ini, pasti banyak masyarakat yang ingin
menghabiskan malam akhir tahun bersama dengan sanak keluarganya sehingga lalu
lintas menjadi padat merayap. Kami hanya ingin semua berjalan dengan lancar,
sehingga menekan angka kecelakaan lalu lintas. Semoga para pengguna jalan bisa
selamat sampai tujuan” kata seorang polisi yang wajahnya sangat tidak asing.
Kulihat dia memakai jas hujan sedang diwawancarai salah seorang reporter TVT di
tengah-tengah lalu lintas jalan yang padat merayap.
“Arghi kok bisa masuk tv gitu ya? Hahaa
wahh hebat! Hebat!” kata Papa dengan sangat bangga melihat anaknya masuk tv
“Bukannya Arghi bilang nggak bisa pulang
karena kehabisan tiket, Lil?” kata mama
Seketika itu juga keringat dinginku
keluar… aku takut kebohongan kami terbongkar, dan memang ini sudah-sudah hampir
terbongkar. Mas Arghi masuk tv, aku melirik Mama yang terlihat kecewa, kemudian
Ibu yang hanya diam sedari tadi.
“Maaf… maafin Elma ya…” bibirku tak kuasa
menahan kebohongan ini lebih jauh.
“Kamu kenapa minta maaf, El?” tanya Lila
keheranan
Kupeluk erat tubuh Lila, lalu dengan
segera kuceritakan kami terpaksa berbohong karena aku tak ingin membuat semua
orang kecewa karena mas Arghi lebih memilih pekerjaan daripada acara dengan
keluarganya di malam tahun baru. Aku sudah siap dengan konsekuensinya jika
semua kecewa dengan sikapku yang menyuruh mas Arghi untuk berbohong demi
menyelamatkan hubungan kami berdua. Tak disangka, Ibu tersenyum mendengar
penjelasanku.
“Nduk,
untuk apa kamu berbohong? Pekerjaan mas Arghi pekerjaan yang mulia lho. Kami
nggak mungkin kecewa karena kami tahu mas Arghi melakukannya untuk kebaikan
masyarakat”
“Iya, Nduk…
ini kan menyangkut hajat hidup orang banyak to? Bapak salut lho sama mas Arghi”
kata bapak dengan logat khasnya.
“Mama kira minta maaf kenapa… ternyata
cuma itu? Nggak apa-apa kalo jujur El, mama malah seneng, El” perkataan mama
membuatku malu
“Udah-udah makan aja yuk... Usman laper
nih!!!” si Usman menarik-narik baju mama sambil menepuk-nepuk perutnya.
Tingkah lucunya membuat suasana malam itu
mendadak riuh. Ya… si setan kecil ini sudah dua kali membantuku mengalihkan
pembicaraan. Hmmm… apa aku harus memanggilnya malaikat kecilku? Tapi mengapa aku
lebih suka memanggilnya si setan kecil ya? Hahaha.
***
Piiipp
Smarthponeku berbunyi ketika jam telah menunjukkan
pukul 02.00. Aku mendapat pesan suara dari mas Arghi lewat whatsapp.
Semua
kata rindumu semakin membuatku tak berdaya..
Melepas
semua kerinduan
Percayalah
padaku akupun rindu kamu
Ku
akan pulang…
Melepas
semua kerinduan yang terpendam…
Selamat
tahun baru sayang…
Aku
pasti akan pulang… Tunggu aku di sampingmu tahun depan hehehe
Aku tersenyum mendengar suara mas Arghi,
dia memang pandai bernyanyi. Segera kubalas pesan suaranya.
“Selamat
pagi sayang… Ini sudah tahun 2014 ku tunggu kau datang tepat di samping tempat
tidurku” kataku dengan nada menantang.
***
“Bangun sayang… Selamat tahun baru… udah
sholat subuh belum?” suara seorang laki-laki berhasil membangunkanku.
“Mas Arghi?!” kataku sambil mengucek-ucek
mata tak percaya.
“Tau nggak mas tadi diketawain orang
waktu nyanyi di kereta? Tapi ibu-ibu di sebelah bilang itu romantis lho... yang
penting mas udah nepatin janji... mas datang tepat di samping tempat
tidurmu. Sekarang ayo kita sholat subuh berjamaah” katanya sambil tersenyum.
“Jadi
mas nyanyi waktu di kereta?” tanyaku keheranan
Mas
Arghi tak menjawab, ia hanya mengangguk kemudian menyuruhku untuk segera
mengambil air wudhu.